Perbedaan Masyarakat Desa dan Kota di Papua

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN MASYARAKAT DESA DAN KOTA DI PAPUA
DITINJAU DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI PEDESAAN DAN PERKOTAAN

A.     LATAR BELAKANG
Sosiologi sebagai studi ilmiah yang mempelajari tentang masyarakat tidak bisa lepas dari proses budaya dan peradaban yang berlangsung di masyarakat. Pedesaan dan perkotaan merupakan hasil dari peradaban dan interaksi manusia dengan manusia lainnya. Tokoh sosiologi Emile Durkheim dan Max Weber merupakan ilmuwan sosiologi yang mengkaji bagaimana terjadinya perubahan dari masyarakat pra-industrial pedesaan menjadi masyarakat industrial perkotaan. Makalah ini disusun untuk menggambarkan dan menjelaskan perbedaan masyarakat  pedesaan dan masyarakat perkotaan di Papua dalam kacamata sosiologi, sehingga makalah ini akan membahas tentang :
1. Bagaimanakah perbedaan masyarakat desa dan kota di Papua
2. Bagaimanakah persamaan masyarakkat desa dan kota di Papua.

B.      PERBEDAAN MASYARAKAT DESA DAN KOTA DI PAPUA

Sebagaimana dijelaskan oleh James A. Quin dalam buku “Urban Society” yang dikutip dari Buku Sosiologi Desa dan Kota oleh Sapari Imam Asyari menerangkan bahwa perbedaan antara masyarakat desa dan kota dilihat dari tiga aspek, yaitu :
1.      Peranan masing-masing anggota masyarakat
Bahwa pada masyarakat kota, anggota masyarakat yang sudah dewasa mendapatkan bermacam-macam peran yang berbeda-beda sesuai dengan kesanggupannya, atau disebut multiple membership), sedangkan di desa, peranan individu sangat sederhana.
2.      Lapangan pekerjaan
Lapangan pekerjaan di Desa lebih cenderung sedikit, sehingga jenis pekerjaan relatif sama. Jenis pekerjaan di wilayah desa papua, kebanyakan adalah berkebun, berburu atau menjadi nelayan, hanya sedikit yang bekerja sebagai pegawai negeri, guru atau yang lainnya.
Sedangkan masyarakat kota  lapangan pekerjaan cenderung bervariasi, lapangan pekerjaan banyak diciptakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, seperti karena kesibukan masyarakat kota baik laki-laki maupun perempuan sehingga banyak menjamur rumah-rumah makan atau restoran, usaha laundry untuk mencuci pakaian, bank-bank untuk menyimpan uang dan bertransaksi, dokter-dokter dengan banyak spesialisasi, mall-mall, supermarket,  minimarket atau ruko/toko-toko yang tersebar dimana-mana yang semuanya itu untuk memudahkan orang-orang kota dalam memenuhi kebutuhan hidupnya disela-sela mobilitasnya yang tinggi.
3.      Komposisi sosial
Kota memiliki komposisi sosial yang lebih kompleks yang disebut heterogen, dan desa sebaliknya yaitu homogen. Di desa-desa atau perkampungan papua, desa atau kampung di dominasi oleh satu atau dua suku seperti kampung Skofro yang didominasi oleh marga Krom dan Kamar, Kampung Tafos didominasi oleh marga Sumumi. Sementara kota-kota yang ada di Papua memiliki komposisi sosial yang beragam, seperti dari masyarakat yang berasal dari suku Jawa, suku Batak, suku Toraja, suku Bugis dan Makassar, Menado, penduduk keturunan Cina atau Tiongkok, bahkan ada juga yang pendatang dari Eropa yang tinggal sementara di Kota Papua karena alasan pekerjaan.
     Hal lain yang juga menjadi pembeda antara masyarakat desa dengan kota menurut Sanapiah faizal (1981:12-13) dalam buku Sosiologi Desa dan Kota Sapari Imam Asyari memberikan ciri khas masyarakat desa itu sebagai :
1.  Masyarakat keluarga
2. Masyarakat paternalistik
Masyarakat desa di Indonesia dan khususnya di Papua dikatakan sebagai masyarakat paguyuban, karena masyarakat itu :
1.      Saling kenal mengenal dengan baik di antara yang satu dengan yang lain
2.      Memiliki keintiman yang tinggi dikalangan warganya
3.      Memiliki rasa persaudaraan dan persekutuan yang tinggi
4.      Memiliki jalinan emosional yang kuat diantara warganya
5.      Saliing bantu membantu, tolong menolong atas dasar kekeluargaan
Sebagai masyarakat paternalistik, masyarakat Desa di Papua juga lebih mengutamakan dan menghormati keputusan dari orang yang lebih tua seperti Bapak, bahkan untuk dikampung atau suku suatu masyarakat lebih mendengarkan ondo afi / tetua adat / kepala suku atau dalam hal keagamaan mendengarkan Bapak Pendeta.
Emile Durkheim  dalam buku the Divison of Labor in Society menjelaskan tentang dua tipe solidaritas sosial dalam masyarakat yaitu : Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik, yang lebih diperjelas oleh johnson (1986:188)  dalam buku pengantar sosiologi pedesaan karangan Prof. Dr. Samsar Hal. 77-80,  perbedaan solidaritas mekanik dan solidaritas organik dijelaskan dalam tabel berikut :



 
 


SOLIDARITAS MEKANIK
SOLIDARITAS ORGANIK
a.      Pembagian kerja rendah
b.      Kesadaran kolektif tinggi
c.       Hukum represif dominan  
Masyarakat Adat Papua, menganut paham nyawa dibalas nyawa. Jadi jika salah satu anggota keluarga/suku dibunuh, maka jika menginginkan perdamaian maka digantikan dengan perempuan dari suku lain agar dilahirkan kembali anak sebagai pengganti dari anggota keluarga/suku yang telah meninggal karena di bunuh. Ada juga istilah kawin tukar, dimana terjadi pertukaran, yang menikah dan masuk ke dalam suku lain, digantikan/ditukar dengan anggota keluarga dari suku lain tersebut. 
d.  Individualitas rendah
Masyarakat di desa atau suku di Papua lebih mengutamakan rasa kekeluargaan,  sehinngga Individualitas tidak berkembang
e.   Konsensus akan pola normatif penting
Konsensus bagi masyarakat adat lebih kepada norma atau nilai yang tumbuh atau berkembang sejak lama, bahkan sebelum mereka dilahirkan, seperti konsensus bahwa :
§  buah dari pohon airu untuk perahu tidak boleh dimakan, karena akan mendatangkan sial saat melaut
§  daging hasil buruan tidak boleh dimakan oleh anjing peliharaan yang akan dipakai berburu
§  Tidak boleh makan hasil masakan atau makanan dari ipar. Tidak bisa dekat , tidak boleh sebut nama. Dan hubungan dengan mama mertua juga harus jauh/tidak bisa dekat, tidak boleh memanggil atau bahkan menyebut nama mama mertua
f. Penyimpangan dihukum oleh masyarakat
§  Hukuman diberikan sebagai bentuk balasan atas penyimpangan atau kesalahan yang dilakukan, dan tingginya keterlibatan komunitas dalam penghukuman terhadap pelanggaran terhadap adat istiadat atau aturan setempat.
g. Kesalingtergantungan rendah  Karena kesamaan dan keseragaman yang tinggi dalam masyarakat mekanik menyebabkan ketergantungan rendah dalam komunitas.


h. Komunitas : komunitas untuk sollidaritas mekanik adalah didesa, suku atau masyarakat primitif.
i. Pengikat ; adalah kesadaran kolektif pada masyarakat.
a.      Pembagian kerja tinggi
b.      Kesadaran kolektif rendah
c.       Hukum restitutif dominan
Hukum dibuat untuk menyadarkan pelaku, dan mengembalikan mereka kepada keadaan semula.











d.      Individualitas tinggi; pembagian kerja yang tinggi dan beragam, dan heterogennya masyarakat di kota, mengakibatkan berkembangnya rasa individulitas dengan sangat cepat.
e.      Konsensus akan nilai abstrak & umum penting. Konsensus lebih berdasarkan pada aturan-aturan formal atau hukum.
















f.        Penyimpangan dihukum badan kontrol social. Pelanggaran ditindak oleh kepolisian dan pengadilan yang merupakan lembaga kontrol sosial atau oleh badan yang ditunjuk.



g.      Kesalingtergantungan tinggi. Karena pembagian kerja yang tinggi, sehingga kesalingterganntungan juga tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat kota sangat tergantung pada penjual.
h.      Komunitas : solidaritas organik adalah masyarakat perkotaan dengan ciri masyarakat industrial
i.        Pengikat : Pembagian kerja secara alamiah.

C.      PERSAMAAN MASYARAKAT DESA DAN KOTA DI PAPUA

Walaupun dibanyak literatur dan buku-buku bacaan yang membahas tentang perbedaan masyarakat desa dan kota, bahkan ada banyak pengklasifikasian seperti gemeinschaft dan geselscfaft, solidaritas mekanik dan organik, namun sangat sedikit yang membahas tentang persamaan dari masyarakat pedesaan dan perkotaan.
Masyarakat di desa dan di kota di Papua dapat di kelompokkan, menjadi :
1. Masyarakat primitif; yang tinggal di daerah-daerah terisolir atau terpencil, bahkan masih ada yang belum menetap, mereka sangat terbatas pada akses ekonomi, pendidikan, kesehatan, teknologi, dsb.
2. Masyarakat desa/kampung : adalah masyarakat yang tinggal menetap,  hidup dari hasil berkebun, berburu, contohnya : seperti desa usku, skofro,  dsb.
3. Masyarakat transisi; seperti Arso, yang kehidupan masyarakatnya sudah mengenal teknologi, sistem pasar, jarak dan akses ke kota sangat mudah.
4. Masyarakat perkotaan; masyarakat perkotaan ini biasanya mereka berlokasi di ibukota propinsi atau kota dari kabupaten, tempat ini merupakan pusat pemerintahan, pusat ekonomi, pusat pendidikan.
Meskipun telah menjadi sebuah kota, namun kehidupan masyarakat kota di Papua memang belumlah seperti kehidupan masyarakat perkotaan di provinsi lain, seperti kota Jakarta, Surabaya, Makassar atau kota di Negara lain, seperti Singapura, Malaysia, atau kota-kota di Eropa. Rasa atau ikatan kekeluargaan antar suku masih kental, hal ini nampak dari kegiatan-kegiatan atau upacara-upacara pernikahan atau adat yang mereka lakukan. Bahkan dalam pemerintahan juga masih nampak, pemilihan pejabat atau pemangku jabatan seringkali pada ikatan kesukuan atau adat bukan pada kompetensi yang dimiliki. Berikut adalah persamaan masyarakat desa dan kota di Papua:
1. Ikatan kekeluargaan dan kesukuan masih sangat kental, sifat kegotong royongan masih nampak, seperti pada upacara pernikahan, kematian, dll.
2. Hukum adat yang masih berlaku disamping hukum formal, termasuk untuk kepemilikan hak tanah. Seringnya terjadi kasus permasalahan hak kepemilikan tanah yang di klaim oleh adat, seringnya terjadi konflik horizontal antar suku, atau antar pendatang dan penduduk asli Papua.
3. Kualitas layanan kesehatan yang belum maksimal, seperti untuk penyembuhan penyakit untuk penderita jantung atau penyakit yang membutuhkan dokter spesialis dan peralatan yang lebih canggih akan dirujuk ke kota yang lebih besar, seperti Makassar atau Jakarta.
4. Kualitas layanan pendidikan baik mutu maupun sarana prasarana belum memadai, sehingga banyak putra daerah atau yang berasal dari Papua lebih memilih untuk ke luar propinsi untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik.
5. Perilaku-perilaku yang biasanya melekat di masyarakat kota, seperti budaya antri, kepatuhan pada rambu-rambu lalu lintas, tidak mabuk disembarang tempat, tidak meludah pinang di sembarang tempat, masih sering terjadi di Papua.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Keluarga Pedesaan dan Perkotaan

Tugas Makalah : Pancasila Sebagai Kerangka Berpikir Budaya Bangsa