Tugas Makalah : Pancasila Sebagai Kerangka Berpikir Budaya Bangsa

PANCASILA SEBAGAI KERANGKA
BERPIKIR BUDAYA BANGSA

I.   Latar Belakang
Saya mengenal kata Pancasila, sila-sila yang terkandung didalamnya beserta nilai-nilai didalamnya adalah sejak saya duduk di bangku Sekolah dasar sampai saya duduk di perguruan Tinggi. Setelah itu, memasuki dunia kerja kata “Pancasila” sudah jarang terdengar, sudah jarang saya bahas dalam diskusi-diskusi, kalaupun ada, maka pasti karena adanya momen seperti peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati di televisi atau pada saat Hari Proklamasi Kemerdekaan.
Namun, apakah dengan tidak pernah membicarakan tentang Pancasila, kemudian sesorang lantas dikatakan tidak tahu, lupa atau tidak ingat dengan Pancasila? Atau bahwa setelah memasuki dunia kerja pancasila sudah tidak relevan, karena hanya merusakan konsep?. Jawabannya tentu “tidak” karena pelan-pelan namun pasti bahwa pengajaran tentang Pancasila yang ditanamkan dari bangku Sekolah Dasar, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi (Diploma IV) selama 16 tahun tidak akan hilang begitu saja, dan telah mengakar dalam hati dan pikiran saya sebagai warga negara Republik Indonesia. Saya juga meyakini bahwa hal ini tidak hanya terjadi pada saya, tetapi juga pada orang lain, pada hampir seluruh rakyat Indonesia.
Namun kita juga tidak bisa menafikkan, bagaimana perilaku sebagian petinggi banga kita yang terkadang tidak mencerminkan jiwa pancasila. Setiap saat media massa memberitakan perilaku negatif mereka, seperti tidur dan main game disaat rapat, tertangkap basah saat pesta narkoba, tertangkap saat menerima gratifikasi atau suap atau bahkan melakukan korupsi yang semuanya itu menodai citra kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.
Makalah ini berjudul Pancasila sebaga kerangka Berpikir Budaya Bangsa disusun untuk memenuhi tugas mata Kuliah Sosiologi, yang nantinya akan membahas tentang  apa itu Pancasila, mengapa Pancasila menjadi kerangka berpikir budaya bangsa, dalam bentuk-bentuk apa saja Pancasila memberikan pengaruh pada kehidupan warga negara Republik Indonesia, dan apa yang menjadi hambatan dalam penerapan Pancasila sebagai kerangka berpikir budaya bangsa.

  
II.  DEFENISI PANCASILA, KERANGKA BERPIKIR, DAN BUDAYA BANGSA

A. DEFENISI PANCASILA
Istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Pantja : Lima dan Sila : Dasar/asas.
Nama Pancasila dalam bentuk formalnya sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia  baru diusulkan pada tanggal 1 Juni 1945 oleh Soekarno dalam suatu pidato kenegaraan, sebagaimana dikutip oleh DR.P.J. Soewarno, SH dalam buku Pancasila Budaya bangsa Indonesia :
...Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesedjahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannja. Namanja bukan Pantja Dharma, tetapi saja namakan ini dengan petundjuk seorang teman kita ahli bahasa-namanja ialah pantja sila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi (Tepuk tangan riuh). (Soewarno, 1993 : 49)
   Kemudian Pancasila sah menurut hukum pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan mengalami perubahan pada sila-silanya, sehingga kelima sila dari pancasila menjadi :
1.         Ketuhanan Yang Maha Esa
2.         Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.         Persatuan Indonesia
4.         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
5.         Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

B. DEFENISI KERANGKA BERPIKIR

1.      DEFENISI KERANGKA BERPIKIR
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa :kerangka adalah rangka-rangka; garis besar; rancangan. Sementara kata Pikir adalah apa yang ada dalam hati, akal budi, ingatan, angan-angan.
Dr. C.S.T Kansil, S.H, mengemukakan bahwa Pancasila sebagai Ideologi Terbuka. Ideologi berasal dari kata Ide yang berarti rancangan yang tersusun dalam pemikiran, gagasan, cita-cita, sehingga Ideologi berarti :
a. Kumpulan konsep bersistem yang dijaddikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup
b. Cara berpikir seseorang atau suatu golongan.
Hal ini selaras dengan Pengertian Ideologi Terbuka dalam penjelasan UUD 1945 yaitu Ideologi yang dapat berintegrasi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal.

C. DEFENISI BUDAYA BANGSA

a.      Defenisi Budaya
Menurut koentjaraningrat (1980) Budaya berasal dari kata budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal.
Budaya juga berasal bahasa asing yaitu dari kata culture yang sama artinya dengan kebudayaan. ³Kebudayaan menurut Taylor (1897) dalam Buku Imu Budaya Dasar  karangan Ir. DRS. M. Munandar Sulaeman, MS (1995:10) meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, melipui pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Sementara Kroeber dan Klukhon (1950)  menyatakan bahwa kebudayaan terdiri atas berbaga pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan, dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapainnya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia termasuk didalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi, cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.
Menurut Munandar Sulaeman (1995) Kebudayaan memiliki tiga wujud/bentuk :
1. Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia .
2. Komplek aktivitas
3. Wujud sebagai benda
    b. Defenisi Bangsa
Bangsa menurut Drs. R. Soeprapto dalam  buku ubungan Internasional; Sistem, Interaksi dan Perilaku membedakan penggunaan istilah bangsa dan negara. Menurutnya bangsa sebagai suatu konsep berkenaan dengan identitas etnik serta kultur dari sekelompok orang tertentu, berperan untuk menyelenggarakan hubungan yang bersifat emosional yang bersumber pada identitas kultural sehingga dimungkinkan terjadi hubungan emodional tersebut. Sedangkan negara dikaitkan dengan suatu unit politik yang berkaitan dengan teritorial, wilayah, populasi, dan otonomi pemerintahan, negara memiliki kewenangan untuk mengontrol wilayah berikut penduduknya serta memberikan legitimasi atas jurisdiksi politik dan hukum bagi warga negaranya.


Dari kedua defenisi tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa budaya bangsa harus mencakup : sistem nilai, cita-cita atau falsafah yang bersumber dari dalam diri suatu masyarakat itu sendiri, dan bersifat mengikat bagi masyarakatnya. Sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman pada pasal 1 point ke 3 disebutkan bahwa :
Budaya bangsa adalah seluruh sistem nilai, gagasan, norma, tindakan, dan hasil karya bangsa Indonesia di seluruh wilayah nusantara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa ,dan bernegara.

D. PANCASILA SEBAGAI KERANGKA BERPIKIR BUDAYA BANGSA
Kita menyadari bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar yag terdiri atas aneka ragam warna kebudayaan, seperti budaya jawa, budaya bugis-makassar, budaya suku-suku di Papua, kalimantan, Maluku, dan masih banyak lagi perbedaan yang mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia dan demi integrasi nasional kita memiliki rumusan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya bhinna = pecah, ika = itu, dan tunggal = satu, sehingga bhinna ika tunggal ika artinya “terpecah itu satu”.
Bagan I
Pancasila dan Budaya Bangsa


Dari bagan tersebut, dapat dilihat bahwa Pancasila sebagai kerangka berpikir budaya bangsa adalah rancangan atau model konseptual yang dimiliki oleh rakyat Indonesia tentang nilai-nilai, gagasan, norma, tindakan, dan hasil karya bangsa Indonesia di seluruh wilayah nusantara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang didasari pada pancasila.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam lima sila pancasila yang digambarkan terimplementasi dalam karakter kepribadian bangsa Indonesia, yang menurut Zaim Uchrowi dalam buku Karakter Pancasila ; Membangun Pribadi dan Bangsa Bermartabat, 2012 digambarkan dalam lima pilar :
Bagan 2
Keterhubungan Antarpilar Karakter Pancasila

                                         
  
Sumber : zam Uchrowi, 2012:hal 13

Penjelasan :

1.      Pilar Pertama adalah keyakinan, merupaka pilar dasar yang paling penting, Percaya bukan hanya tentang Beriman, namun juga keyakinan tentang hidup. Seseorang yang percaya bahwa dia akan sukses, secara umum memang akan sukses dalam hidupnya.
2.      Pilar kedua adalah “awareness” yang berarti tahu atau mengerti. Awareness merupakan aspek kognitif. Kesadaran akan berkasih sayang diatas semua perbedaan baik itu suku, agama, warna kulit, status sosial, dll.
3.      Pilar ketiga adalah attitude yang dimaknai sebagai pandangan hidup. Bahwa semua yang telah terikat kasih sayang harusnya bersatu dan menegah atau meminimalisir perpecahan.
4.      Pilar keempat adalah Action yang berarti tindakan atau perbuatan. Sila keempat menggambarkan bahwa tindakan yang paling utama adalah bergotong royong yang juga sering disebut sebagai watak khusus bangsa Indonesia.
5.      Pilar kelima adalah result yang berarti hasil atau buah Nilai Keadilan Sosial. Pemerataan kesejahteraan sosial merupakan hasil utama yang diharapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.



III.  Tantangan atau Hambatan dalam Pengimplementasian Pancasila

     Tantangan utama yang dihadapi pancasila sebagai kerangka berpikir budaya bangsa muncul bukan hanya dari dalam negeri, seperti terjadinya pemberontakan di beberapa wilayah, seperti gerakan Aceh Merdeka, Organisasi papua Merdeka ataupun munculnya konflik-konflik sporadis seperti pembakaran Mesjid di Tolikara Papua, konflik SARA di Poso, tapi juga pengaruh budaya dari luar seperti pengaruh ke barat-baratan yang sangat sulit dibendung, paham individualisme yang sekarang menyebar di tanah air sejalan dengan perkembangan zaman yang makin modern dan kompleks atau karena era globalisasi yang membuat manusia dari seluruh penjuru bumi bisa terhubung setiap saat.
Jika kita mau melirik pada pengalaman-pengalaman bangsa lain, bagaimana Jepang yang akhirnya bisa bangkit setelah menyadari keangkuhan dan kesalahannya telah menutup diri dari dunia luar, dan segera bangkit dengan restorasi meiji yang menerima budaya barat tanpa meninggalkan budaya Jepang, dan sekarang menjadi salah satu raksasa ekonomi di dunia. Atau meliat pada negara Thailand yang pada Tahun 1901 datang berkunjung ke Nusantara, dan mempeajari tentang perkebunan, dan kembali ke Bangkok dengan membawa banyak petani ahli dari negeri ini, dan sekarang bangsa itu telah maju dalam agroindustri, industri pariwisata bahkan otomotif. Saat kita berkunjung ke pasar-pasar tradisional ataupun modern, ada banyak sekali beras-beras impor dari Thailand yang harganya bersaing dengan beras lokal.
Pertanyaan yang muncul dalam benak saya adalah, akan dibawa kemana bangsa yang besar ini? Padahal kita memiliki warisan gen-gen penguasa, budaya bangsa kita dulunya adalah budaya yang dikenal di seantero jagat, Nusantara dulu pernah memiliki kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Gowa, dan diwilayah Timur, maluku dan papua sejahtera dalam lingkup kesultanan Ternate.
Kejayaan zaman dulu seakan-akan terhapus dengan budaya feodal atau budaya perbudakan yang dibawa oleh penjajah Belanda atau Jepang. Kecerdasan bangsa dan local wisdom menurun, sehingga yang terjadi adalah kemandekan budaya bangsa, para orang tua zaman sekarang menyekolahkan anaknya dengan harapan anak mereka nantinya bisa menjadi pegawai negeri sipil, pemikiran tersebut tidak salah, tetapi mengkerdilkan pola pikir anak bangsa sehingga menjadi tidak kreatif.
Hambatan lain yang juga masih ada sampai sekarang adalah kebiasaan beberapa orang di dalam masyarakat yang masih mempercayai hal-hal mistis. Kejadian terbaru yang menggemparkan masyarakat adalah tentang kemampuan menggandakan uang dari seorang oknum yang bernama Kanjeng Dimas Ta’at Pribadi. Tidak sedikit korban penipuan dari kalangan masyarakat Indonesia, dikarenakan sifat pemalas dan keinginan untuk cepat menjadi kaya raya. Dari yang kaya-miskin, berpendidikan atau tidak, pejabat atau bukan, benih-benih mistis masih tumbuh sumbur.

IV. Transformasi Budaya sebagai Upaya mengembalikan Hakikat Pancasila sebagai   Kerangka Berpikir Budaya Bangsa

Pancasila sebagai kerangka berpikir bangsa Indonesia diharapkan dapat menjadi:
1.      Pendorong untuk bersikap dalam kehidupan berbangsa, yaitu : melepaskan simbol budaya dari keterikatan struktur masyarakat
2.      Transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemanusiaan dan kebebasan rohani
Zaim Uchrowi dalam buku Karakter Pancasila ; Membangun Pribadi dan Bangsa Bermartabat (2012:204), mengemukakan bahwa ada empat bidang transformasi yang diperlukan dalam transformasi budaya, yaitu :
1.         Transformasi Pendidikan
Menurut Uchrowi bahwa mendidik berarti menumbuhkembangkan setiap anak manusia sesuai dengan potensinya masing-masing. Hal ini sejalan dengan arti kata education yaitu E berarti mengeluarkan dan ducare adalah potensi. Jadi pendidikan harusnya bukan hanya sebagai kegiatan belajar mengajar formal, namun bagaimana menumbuhkembangkan atau mengeluarkan potensi dalam diri setiap anak. Korea Utara dan Cina telah membuktikan hal ini, bahwa pelajaran yang diajarkan sederhana tetapi cara mengajar yang luar biasa, sehingga menumbuhkan etos anak didiknya.
Pancasila sebagai kerangka berpikir budaya bangsa harus ditransformasikan dalam dunia pendidikan sebagai pencetak Sumber daya Manusia. Universitas Cenderawasih Papua juga harus dari jebakan masa lalu. Pendidik harus berperilaku sebagai pendidik pula, bukan sebagai pegawai negeri, birokrat, pejabat ataupun lainnya, tidak hanya memenuhi jam mengajar, namun betul-betul untuk mencetak tamatan yang berkualitas untuk pembangunan bangsa. Transformasi tidak hanya pada metode mengajar, kurikulum, kedisiplinan namun juga pada sarana dan prasarana maupun lainnya.

2.         Transformasi budaya daerah
Budaya bangsa merupakan cerminan dari budaya-budaya lokal dimasing-masing daerah. Banyak konflik yang terjadi di masyarakat karena aspek budaya, banyak juga konflik atas nama agama yang sebenarnya bukan sepenuhnya karena persoalan keyakinan. Transformasi budaya daerah bukan hanya persoalan melestarikan budaya lokal, namun juga mengoreksi adat budaya yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zama. Budaya adalah proses sosial, seperti budaya Uang panai dari kelompok suku Bugis-Makassar yang lebih cenderung memberatkan kehidupan generasi sekarang, dikarenakan menjadi ajang gengsi dari para orang tua, sehingga kebahagiaan anak menjadi dinomor duakan. Praktik-praktik mistis di dalam adat budaya perlu dikaji ulang kembali.

3.         Transformasi Kependudukan dan Lingkungan
Pengaturan kependudukan juga perlu untuk dikontrol, pesatnya pertumbuhan penduduk akan mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam bidang perekonomian yang berakhir pada kemiskinan yang tak berujung, kemiskinan melahirkan kemiskinan. Pengaruh lain adalah juga pada lingkungan. Kualitas kependudukan yang baik akan melahirkan lingkungan yang baik pula, begitupun sebaliknya.
4.         Transformasi keagamaan
Bangsa Indonesia mengakui enam agama berbeda, yaitu : Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas penduduk di Indonesia. Transformasi dalam bidang agama menjadi sangat penting, karena selama ini agama hanya menjadi dasar normatif antara Tuhan dan Manusia, tidak menjadi motivasi bagi manusia untuk menjadi sukses, agama hanya dianggap sebagai masalah halal atau haram. Namun sejatinya, sebagai makhluk Tuhan yang beragama Indonesia harusnya lepas dari segala bentuk korupsi dan segala bentuk kejahatan.

V. KESIMPULAN

Pancasila diharapkan tidak hanya sebagai simbol negara, namun juga mengakar dalam diri anak bangsa sebagai kerangka berpikir yang mencakup pada kehidupan sosial budaya dari rakyat Indonesia. Nilai-nilai pancasila digambarkan dalam lima pilar, yaitu bertakwa, berkasih sayang, bersatu, bergotong royong dan berkesejahteraan diharapkan mampu menjadi pilar dalam pembangunan manusia Indonesia yang sutuhnya yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945.
Meskipun dalam kenyataannya, banyak sekali tantangan atau hambatan yang harus kita hadapi baik dari dalam maupun dari luar bangsa kita. Ronrongan dari dalam seperti perpecahan masyarakat yang diakibatkan unsur SARA atau ronrongan dari luar yang diakibatkan oleh era globalisasi, yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir dampak dari pengaruh tersebut dan melakukan transformasi diberbagai bidang, baik itu Transformasi di bidang pendidikan, budaya daerah, kependudukan dan lingkungan serta agama.
Harapan dari penulis bahwa bangsa ini, bisa menjadi bangsa yang kembali berjaya tanpa meninggalkan ciri khas budayanya, sifat kegotong royongannya dan kearifan loka lainnya.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Kansil, Drs. C.S.T S.H. (1996) Pancasila dan UUD 1945. Jakarta : Pradnya Paramita
Soeprapto Drs. R. (1997) Hubungan Internasional Sistem Interaksi dan Perilaku. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Soewarno, DR.P.J. SH. (1993) Pancasila Budaya bangsa Indonesia. Jakarta : Kanisius.
Uchrowi Zaim (2012) Karakter Pancasila: Membangun pPribadi dan bangsa bermartabat. Jakarta : Balai Pustaka
Suparman, S.Pd. (2012) Pancasila Dimanakah Engkau Kini. 2012. Jakarta : Balai Pustaka.

Sulaeman, Munandar IR. Drs. M. MS. (1995) Ilmu Budaya Dasar. Bandung : Eresco.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Keluarga Pedesaan dan Perkotaan

Perbedaan Masyarakat Desa dan Kota di Papua