Perbedaan Keluarga Pedesaan dan Perkotaan
PERBEDAAN ANTARA KELUARGA DI PEDESAAN DAN
KELUARGA DI PERKOTAAN
(SUATU TINJAUAN TEORITIS)
Sebelum
membahas tentang perbedaan keluarga di pedesaan dengan keluarga di perkotaan,
maka hal yang pertama yang harus kita lakukan adalah memahami konsep dasar dari
“keluarga”. Anthony Giddens dalam buku Sociology mengaitkan familiy, kinship
and marriage (Keluarga, kekerabatan dan pernikahan), menjelaskan bahwa :
“A
family is a group of person directly link by kin connections, the adult members
of whom assume resposibility for caring for children. Kinship ties are
connections between individuals, established either through marriage or through
the lines of descent that connect blood relatives (mothers, fathers, siblings,
offspring, etc). Marriage can be be defined as a socially acknowledge and
approved sexual union between two adult individuals”.
menurutnya
Keluarga adalah sekelompok orang yang secara langsung terhubung oleh hubungan
kekerabatan, anggota keluarga yang lebih dewasa diasumsikan memiliki tanggung jawab
untuk menjaga/merawat anak-anak. Ikatan kekerabatan menghubungkan antara
individu-individu, menetapkan mereka melalui suatu pernikahan atau lewat garis
keturunan yang terhubung lewat hubungan darah (ayah, ibu, sepupu, dll),
sementara pernikahan diartikan sebagai sebuah pengakuan dan persetujuan sosial
terhadap penyatuan seksual dari dua orang dewasa yang berbeda.
Demikian
halnya Murdock yang dikutip oleh Martono dalam buku sosiologi perubahan sosial,
bahwa keluarga merupakan kelompok sosial yang dicirikan dengan tinggal bersama,
melakukan aktivitas reproduksi dan ekonomi. Keluarga terdiri atas orang dewasa
dari dua jenis kelamin, mereka saling menjaga hubungan seksual secara sosial,
dan ada satu atau lebih anak kandung atau anak adopsi.
|
Giddens, Anthony,
2009, Sociology 6th edition, United Kingdom : Polity Press,
(page. 331)
Martono,
Nanang, 2014, Sosiologi perubahan Sosial (perspektif klasik, modern,
posmodern, dan poskolonial), Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada , hal :
233-259
|
Dari
berbagai definisi yang dikemukakan oleh ahli, konsep keluarga sebagai lembaga
sosial terkecil dalam sistem sosial juga menjadi salah satu lembaga yang
terkena imbas dari perubahan sosial. Konsep keluarga mengalami perkembangan
atau perubahan yang sangat menonjol di jaman modern saat ini, defenisi keluarga
sebagai sebuah institusi yang terkait dengan pernikahan, mulai dipertanyakan
keberadaannya, dikeluarga-keluarga modern di Eropa, banyak pasangan yang tinggal
bersama namun tidak menikah dan banyak pernikahan pasangan sejenis karena
kebijakan suatu negara yang mengijinkan/mengakui pernikahan sesama jenis, hal
ini berpengaruh pada tingginya kelahiran anak di luar pernikahan, munculnya
anak-anak adopsi, sehingga mengakibatkan perubahan pada konsep keluarga.
1.
Teori struktural fungsional dan teori sistem;
Ritzer
(2014) menyatakan bahwa teori struktural fungsional menekankan pada keteraturan
(order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manfest
dan keseimbangan (equilibirium).
Jennifer
M. Bowes and Alan Hayes (1999), bahwa premise akhir dari Teori sistem adalah
keluarga diharapkan pada keseimbangan, selama aturan diikuti, maka umpan balik
dari anggota keluarga yang lainnya adalah positif, demikian pula sebaliknya.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing dan membuat sistem
menjadi seimbang. Anggota keluarga
saling terhubung satu sama lain, jadi jika ada satu anggota keluarga
yang terganggu, maka akan dirasakan oleh anggota keluarga lainnya. Konsep
keluarga dalam teori struktural fungsional lebih
tergambar dalam kehidupan pedesaan yang cenderung mencari keseimbangan
(equilibirium).
Karena terlalu memberikan tekanan pada
keteraturan (order) dalam masyarakat dan mengabaikan konflik dan perubahan sosial,
mengakibatkan kelompok fungsional inidinilai secara ideologis sebagai
konservatif.
2. Teori Konflik
Tidak dapat dipungkiri dalam suatu lembaga keluarga
tidak selamanya akan berada dalam keada1an yang statis atau dalam kondisi yang
seimbang (equilibrium), namun juga mengalami kegoncangan di dalamnya.
Menurut teori konflik keluarga senantiasa berada dalam proses perubahan yang
ditandai oleh pertentangan yang terus-menerus di antara unsur-unsurnya (Ritzer,
2009:26). Pertentangan (konflik) bisa terjadi antara anggota-anggota dalam
keluarga itu sendiri, ataukah antara keluarga yang satu dengan keluarga yang
lain. Konflik tersebut dapat muncul dikarenakan adanya gap antara laki-laki dan
perempuan dapat menimbulkan konflik di dalam rumah tangga, anak yang merasa
terkekang dengan aturan/norma dalam keluarga, sehingga tidak mengherankan bila
dikeluarga perkotaan orang tua seringkali menempatkan diri sebagai
sahabat/teman bagi anak-anaknya.
Dalam
buku Makro Sosiologi, karangan Stephen K Sanderson, kita dapat memahami perbedaan-perbedaan
yang terdapat dalam keluarga pedesaan dan perkotaan, yakni :
1. Komposisi / jumlah anggota keluarga ;
anggota keluarga dipedesaan lebih banyak dibandingkan diperkotaan yang
kebanyakan terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
2. Perlakuan orang tua terhadap anak ;
anak-anak yang lahir di era pramodern, cepat sekali di sapih oleh ibu mereka,
dikarenakan ibu mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka
dimasa-masa sulit, anak dibiarkan sendiri. Berbeda dengan kehidupan modern,
dimana ibu-ibu memberikan ASI yang maksimum pada anak-anak, kasih sayang mulai
tertanam antara anak dan orang tua, sejalan dengan kehidupan yanng lebih
stabil, caci makian jarang diucapkan. Sehingga dijaman tradisional di Eropa,
tingkat kematian bayi sangat tinggi.
3. Tidak adanya hak pribadi dalam
anggota keluarga ; rumah-rumah para petani dipenuhi oleh lumbung-lumbung,
sehingga hampir semua anggota keluarga tidak memiliki hak pribadi, orang luar
dapat berinteraksi bebas dengan anggota keluarga. Dalam kehidupan tradisional
tetangga sekitar bahkan bisa dianggap seperti keluarga sendiri.
4. Dasar perkawinan ; di jaman
tradisional perkawinan didasarkan pada sistem ekonomi, perempuan dinikahi untuk
mengurus pekerjaan rumah dan untuk melanjutkan keturunan. Cinta baru akan tumbuh
sejalan dengan pernikahan, berbeda dengan keidupan di perkotaan, dimana cinta
dan romansa menjadi penting dalam sebuah pernikahan. Meskipun pada akhirnya
pernikahan akhirnya menjadi nomor kesekiaan, karena banyak pasangan yang
akhirnya tinggal bersama dan memiliki anak tanpa menikah.
Perbedaan
keluarga di pedesaan dengan diperkotaan juga dapat digambarkan dengan melihat
pada bagaimana keluarga di pedesaan dan diperkotaan menjalankan fungsinya,
Nanang martono (2014) mengemukakan 5 fungsi keluarga yaitu :
1. Fungsi reproduksi ; Fungsi ini
berkaitan dengan fungsi pemenuhan kebutuhan biologis, dimana reproduksi
digunakan untuk menjamin kelangsungan generasi dan kelangsungan hidup
masyarakat, namun di kota-kota besar, seperti di Eropa, Jepang, dan kota-kota
besar lainnya, fungsi reproduksi ini telah mengalami pergeseran, banyak
pasangan suami istri yang tidak ingin memiliki keturunan, karena dianggap akan
menjadi beban khususnya bagi wanita yang bekerja, sangat berbeda dengan pola
pikir keluarga di pedesaan yang menganggap bahwa banyak anak banyak rejeki.
Sehingga angkan kelahiran pada negara-negara maju cenderung sangat rendah, Riset CIA World
Factbook tahun 2012 yang dipublished di
Wikipedia menunjukkan data bahwa angka kelahiran per1000 penduduk di Hongkong : 7,54, Singapura: 7,72,
Jerman:8,33, sementara Indonesia menurut Kepala BKKBN Surya cahandra Surapaty dalam
harian Kompas menyatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia 1,49 persen
setiap tahun setara dengan jumlah penduduk negara singapura, jadi jika 10 tahun
makan 10 negara singapura. Di Indonesia sendiri laju pertumbuhan tertinggi
terjadi di NTT, NTB, Maluku dan Kepulauan Riau yang merupakan daerah slum.
2. Fungsi psikologis ; Keluarga sebagai
tempat untuk menyalurkan kasih sayang antar anggota keluarga, menyalurkan
perhatian, tempat untuk menuangkan perasaan saat sedang dilanda masalah, atau
saat sedang bahagia.
Kasih
sayang dalam anggota keluarga di perkotaan juga masih dirasakan dengan baik,
hanya saja kuantitas pertemuan antara anggota keluarga, mengakibatkan
berkurangnya waktu untuk menunjukkan perhatian dan kasih sayang. Di perkotaan,
ayah ibu bekerja adalah sangat lumrah, pergi pagi pulang sore bahkan malam,
sehingga waktu untuk berbincang-bincang bersama dengan anak-anak menjadi
berkurang, berbeda dengan keluarga petani di pedesaan, berangkat di pagi hari
dan pulang di siang hari, anak-anak masih menemukan orang tua mereka saat
mereka pulang sekolah.
5. Fungsi pendidikan : Di keluarga
pedesaan anak-anak mendapatkan pendidikan utama dari keluarga, lingkungan
tempat tinggal, dan sekolah. Namun pada keluarga perkotaan, peran orang tua
banyak tergantikan oleh kehadiran pengasuh anak, televisi, gadget, game, karena
tuntutan pada kehidupan perkotaan yang memaksa perempuan untuk bekerja diluar
rumah.
Daftar Pustaka
Bowes,
Jennifer M. & Hayes, Alan, 1999, Children, families, and Communities,
Contexts and Consequences, United Kingdom : Oxford University Press.
Giddens,
Anthony, 2009, Sociology 6th edition, United Kingdom : Polity Press.
Martono,
Nanang, 2014, Sosiologi perubahan Sosial (perspektif klasik, modern, posmodern,
dan poskolonial), Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Ritzer,
George, 2014, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada.
Sanderson,
K Stephen, 2011, Makro sosiologi,
Jakarta : Rajagrafindo
http://nasional.kompas.com/read/2015/09/29/13574351/Mengkhawatirkan.Angka.Kelahiran.di.RI.Tiap.Tahun.Sejumlah.Penduduk.Singapura)
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_angka_kelahiran
Komentar
Posting Komentar