Menguak Pandangan Islam tentang Poligami

Poligami..... ??????


Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu istri atau suami (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat).
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu Poligini (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus),Poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan Pernikahan Kelompok (yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligini merupakan bentuk yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.

Poligami Dalam Islam

Islam pada dasarnya 'memperbolehkan' seorang pria beristri lebih dari satu (poligami). Islam 'memperbolehkan' seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat 'adil' terhadap seluruh istrinya. Poligini dalam Islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap-tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di Indonesia sendiri terdapat hukum yang memperketat aturan poligini untuk pegawi negeri, dan sedang dalam wacana untuk diberlakukan kepada publik secara umum. Tunisia adalah contoh negara Arab dimana poligami tidak diperbolehkan.
Diijinkannya Poligami dalam Islam, memberikan cela bagi kaum Laki-laki untuk membenarkan tindakan mereka yang lebih cenderung untuk memenuhi keegoisannya. Padahal Islam membolehkan Poligami sebagai solusi untuk keluarga yang bermasalah, misalnya karena istri tidak bisa memberikan keturunan, istri sakit dan tidak mampu melayani suaminya. 


Tersebutlah dalam sejarah Islam bagaimana ST. Khadijah (istri pertama Nabi Muhammad SAW) dan ST. Fatimah (Anak pertama Nabi Muhammad SAW) sebagai perempuan-perempuan yang menduduki peringkat teratas dalam Islam dan olehnya tidak terjadi poligami. Anda akan kaget bahwa Islam sangat mencintai perempuan, bahwa Islam sangat menghargai kesetiaan perempuan.

ST. KHADIJAH

Khadijah binti Khuwailid (Bahasa Arab:خديجة, Khadijah al-Kubra[1]) (sekitar 555/565/570 – 619/623) merupakan isteri pertama Nabi Muhammad.
Nama lengkapnya adalah Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Khadijah al-Kubra, anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za’idah, berasal dari kabilah Bani Asad dari suku Quraisy. Ia merupakan wanita as-Sabiqun al-Awwalun.
Khadijah berasal dari golongan pembesar Mekkah. Kawin dengan Muhammad, ketika berumur 40 tahun, manakala Muhammad berumur 25 tahun. Khadijah merupakan wanita kaya dan terkenal. Khadijah bisa hidup mewah dengan hartanya sendiri.
Pada suatu hari, saat pagi buta, dengan penuh kegembiraan ia pergi ke rumah sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal. Ia berkata, “Tadi malam aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari berputar-putar di atas kota Mekkah, lalu turun ke arah bumi. Ia semakin mendekat dan semakin mendekat. Aku terus memperhatikannya untuk melihat kemana ia turun. Ternyata ia turun dan memasuki rumahku. Cahayanya yang sangat agung itu membuatku tertegun. Lalu aku terbangun dari tidurku”. Waraqah mengatakan, “Aku sampaikan berita gembira kepadamu, bahawa seorang lelaki agung dan mulia akan datang meminangmu. Ia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat”. Tak lama kemudian Khadijah ditakdirkan menjadi isteri Muhammad.
Khadijah yang juga seorang yang cerdas, mengenai ketertarikannya kepada Muhammad mengatakan, “Jika segala kenikmatan hidup diserahkan kepadaku, dunia dan kekuasaan para raja Iran dan Romawi diberikan kepadaku, tetapi aku tidak hidup bersamamu, maka semua itu bagiku tak lebih berharga daripada sebelah sayap seekor nyamuk.
”Sewaktu malaikat turun membawa wahyu kepada Muhammad maka Khadijah adalah orang pertama yang mengakui kenabian suaminya, dan wanita pertama yang memeluk Islam. Sepanjang hidupnya bersama Muhammad, Khadijah begitu setia menyertainya dalam setiap peristiwa suka dan duka. Setiap kali suaminya ke Gua Hira’, ia pasti menyiapkan semua perbekalan dan keperluannya. Seandainya Muhammad agak lama tidak pulang, Khadijah akan melihat untuk memastikan keselamatan suaminya. Sekiranya Muhammad khusyuk bermunajat, Khadijah tinggal di rumah dengan sabar sehingga Muhammad pulang. Apabila suaminya mengadu kesusahan serta berada dalam keadaan gelisah, beliau coba sekuat mungkin untuk mententram dan menghiburkan, sehingga suaminya benar-benar merasai tenang. Setiap ancaman dan penganiayaan dihadapi bersama.
Dalam banyak kegiatan peribadatan Muhammad, Khadijah pasti bersama dan membantunya, seperti menyediakan air untuk mengambil wudhu. Muhammad menyebut keistimewaan terpenting Khadijah dalam salah satu sabdanya, “Di saat semua orang mengusir dan menjauhiku, ia beriman kepadaku. Ketika semua orang mendustakan aku, ia meyakini kejujuranku. Sewaktu semua orang menyisihku, ia menyerahkan seluruh harta kekayaannya kepadaku.”
Khadijah telah hidup bersama-sama Muhammad selama 24 tahun dan wafat dalam usia 64 tahun 6 bulan.
Khadijah meninggal pada tahun 621 A.D, dimana tahun itu bertepatan dengan Mi’raj nya Nabi Muhammad SAW ke Surga. Nabi SAW sangatlah mencintai Khadijah. Sehingga hanya setelah sepeninggalnya Khadijah lah  Nabi SAW baru mau menikahi wanita lain.
ST. FATIMAH

Fatimah adalah anak yang paling disayang oleh Rosul Allah. Pada suatu ketika beberapa sahabat ingin menikahkan putrinya dengan Ali bin Abi  Thalib. Nabi marah besar ketika mendengar putri beliau, Fatimah, kemungkinan akan dipoligami Ali bin Abi Thalib. Nabi pun langsung masuk ke masjid, naik mimbar dan berkhutbah di depan banyak orang, “Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib,” sabda Nabi, “innî lâ ‘âdzan, (saya tidak akan izinkan), tsumma lâ ‘âdzan (sama sekali, saya tidak akan izinkan), tsumma lâ âdzan illâ an ahabba ‘ibn Abî Thâlib an yuthalliq ‘ibnatî, (sama sekali, saya tidak akan izinkan, kecuali bila anak Abi Thalib (Ali) menceraikan anakku dahulu).”

Lalu Nabi melanjutkan, “Fâthimah bidh‘atun minnî, yurîbunî mâ ‘arâbahâ wa yu’dzînî mâ ‘adzâhâ, Fatimah adalah bagian dari diriku; apa yang meresahkan dia, akan meresahkan diriku, dan apa yang menyakiti hatinya, akan menyakiti hatiku juga.” (Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 162, nomor hadis: 9026).
Kejadian diatas menjadi contoh, bagaimana Islam sebenarnya tidak menganjurkan poligami.

Istri manapun pasti akan menjadi sedih bila suaminya akan menikah lagi, dan orang tua manapun pasti tidak ingin melihat anaknya bersedih, termasuk Rosulullah.
Pada hakikatnya, Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan, seperti baik dan buruk, siang dan malam, begitu juga manusia hanya ada 1 Hawa untuk 1 Adam. Jadi masihkah anda berpikir bahwa nda mengikuti sunnah Rosul jika beristri lebih dari satu? AA Agym jelaslah tidak mencontoh Rosul Allah.

Sebagai wanita, saya memimpikan berada dalam posisi ST.Khadijah dan ST. Fatima. Amin

Sekian.................

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Keluarga Pedesaan dan Perkotaan

Perbedaan Masyarakat Desa dan Kota di Papua

Tugas Makalah : Pancasila Sebagai Kerangka Berpikir Budaya Bangsa